Pangkalpinang — Publik kembali dikejutkan dengan temuan ganjil dalam proyek Pembangunan Pustu (Puskesmas Pembantu) Rawa Bangun di bawah Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang. Berdasarkan data resmi di laman LPSE/SPSE (spse.inaproc.id), proyek tersebut berstatus “Tender Batal” dengan keterangan belum ada nilai kontrak maupun pemenang lelang.

Namun, saat tim wartawan mengecek fakta di lapangan pada Sabtu (25/10/2025) justru menunjukkan hal yang berbeda — bangunan fisik proyek justru telah berdiri dan dikerjakan hingga tahap finishing.
Kejanggalan Mencolok antara Data dan Fakta
Dari hasil pantauan di lokasi, terpasang papan proyek resmi dengan keterangan:
Nama kegiatan: Pembangunan Pustu Rawa Bangun
Nomor & Tanggal Kontrak: 012/07/SP/PPK-PUSTU-RWBGN/VII/2025, tertanggal 18 Juli 2025
Nilai Kontrak: Rp 867.500.000,-
Pelaksana:CV. Mentari Bima Sejahtera
Waktu Pelaksanaan: 120 hari kalender
Namun, ketika data proyek ini dicocokkan di laman SPSE versi 4.5, ditemukan fakta bahwa:
Paket Pembangunan Pustu Rawa Bangun (ID: 10025977000) tercatat “Tender Batal”
Tidak ada pemenang, tidak ada nilai kontrak, dan tidak ada dokumen penandatanganan resmi tender
Dengan kata lain, secara administrasi proyek ini diduga tidak sah secara sistem pengadaan nasional, namun secara fisik telah dikerjakan dan sudah menelan anggaran hampir Rp 900 juta.
Indikasi Pelanggaran: Proyek “Siluman” atau Tender Fiktif yang Dihidupkan Kembali?
Kondisi ini menimbulkan banyak dugaan, antara lain:

1. Proyek dilaksanakan tanpa dasar kontrak sah — alias proyek “off system”, yang berpotensi melanggar Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Tender diduga hanya formalitas, sementara pelaksana sudah ditentukan sebelumnya.
3. Dana proyek bisa saja bersumber dari pos anggaran berbeda, seperti perubahan anggaran mendadak (DPA-P) atau bahkan dana non-budgeter yang tidak dilaporkan ke sistem SPSE.
4. Ada dugaan kemungkinan manipulasi dokumen kontrak pasca pembatalan tender agar proyek tetap berjalan dengan dalih “percepatan pembangunan”.
Kualitas Bahan Material dan Konstruksi Juga Dipertanyakan

Dari dokumentasi lapangan terlihat beberapa kejanggalan konstruksi:
Penyelesaian plester dan mengalami retak halus.
Pekerjaan detail bangunan seperti pemasangan ACP yang tidak rapat dan rapi.
Bahan material seperti kloset, wastafel memakai merk yang tidak terlalu terkenal yaitu “Fosa” dan merk lainnya tidak memakai yang terkenal seperti “American Standard”.
Dan juga material seperti komponen kelistrikan mengapa tidak memakai merk yang terkenal seperti Philips, Panasonic Dan semacamnya.

Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek dikerjakan secara terburu-buru tanpa pengawasan ketat.
Transparansi Dinas Kesehatan Dipertanyakan
Hingga kini, Tim Wartawan masih berusaha meminta konfirmasi kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang agar bisa memberikan klarifikasi resmi mengapa proyek yang di SPSE tercatat “batal” bisa tetap berjalan, lengkap dengan papan nama dan pelaksana pekerjaan.
Padahal, sesuai regulasi, setiap kegiatan konstruksi pemerintah wajib tercatat di sistem SPSE sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi publik.
Jika proyek dijalankan tanpa melalui mekanisme pengadaan resmi, maka berpotensi kuat masuk dalam kategori penyimpangan administrasi dan pelanggaran hukum, termasuk kemungkinan penggunaan anggaran di luar prosedur.
Desakan Publik: Audit dan Penyelidikan Harus Dilakukan
Masyarakat menilai, kasus seperti ini bisa menjadi cermin lemahnya pengawasan dan transparansi dalam proses pengadaan.
“Kalau tendernya batal tapi proyek tetap jalan, berarti ada apa?. Ini bukan hal kecil, karena menyangkut uang rakyat,” ujar seorang warga Pangkalpinang kepada wartawan.
Publik mendesak agar:
Inspektorat Kota Pangkalpinang,
BPKP Provinsi Babel, dan
APIP serta Kejaksaan
segera melakukan audit investigatif untuk memastikan dasar hukum pelaksanaan proyek ini serta menelusuri asal usul dana yang digunakan.
Jika benar proyek dengan status “batal” di SPSE bisa tetap berjalan, maka ini menjadi preseden buruk bagi sistem pengadaan nasional.
Sebab hal itu bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi potensi praktik kolusi, mark-up, dan penyalahgunaan anggaran.
Publik kini menunggu:
Apakah Wali Kota Pangkalpinang dan Aparat Penegak Hukum (APH) akan turun tangan membongkar proyek “aneh tapi nyata” ini —
atau justru dibiarkan menjadi contoh klasik bagaimana proyek gagal tender bisa tetap cair dan jalan terus di lapangan.


















